Alhamdulillah, Allah Telah Memberi Kesembuhan
20 Sep 2018

Ismet yang dilantik menjadi walikota pada 13 Agustus 2010 menuturkan bahwa ia merasakan kali pertama sakit sekitar 3,5 tahun lalu. Saat itu, ia masih menjabat sebagai wakil walikota Bukittinggi. Pada awalnya, ada rasa nyeri di wajah sebelah kiri. Rasa sakit itu seolah timbul tenggelam. "Saya pikir ini cuma nyeri biasa jadi tidak seberapa saya hiraukan," kata bapak tiga orang anak tersebut.
Seiring berjalannya waktu, rasa sakit semakin sering muncul. Bahkan, makin parah hingga menjalar ke gigi geraham belakang. "Menurut dokter gigi, katanya gigi geraham sebelah kiri saya bermasalah, sehingga saya menurut saja ketika harus dicabut." ceritanya. Ia mulai curiga ada sesuatu yang tak beres, karena meski gigi sudah dicabut ternyata tidak ada perubahan. Bahkan, sakitnya makin luar biasa. Tidak hanya cekot-cekot, tapi sebelah wajah itu seolah-olah disayat dan disetrum. Akibatnya ia susah makan dan minum, karena ketika mengunyah atau menelan, sakit itu mendadak datang. Melihat kondisi yang mengkhawatirkan, ia kemudian dirawat di RS. Bukittinggi. Selama beberapa hari opname, dokter tidak berhasil menemukan apa penyebabnya. Yang bisa dilakukan saat itu hanya memberi obat anti nyeri.
Saat menegangkan terjadi menjelang pelantikan menjadi walikota. Ia bersama keluarga sempat khawatir bagaimana jadinya jika saat pelantikan berlangsung tiba-tiba sakit tersebut kambuh. "Tapi Alhamdulillah kekhawatiran itu tidak sampai terjadi. Saya keluar rumah sakit tanggal 12 Juli 2010, lalu keesokan harinya dilantik menjadi walikota dalam keadaan sehat. Saya pun bisa mengikuti jalannya pelantikan dengan lancar," kisah Ismet.
Ternyata kegembiraan itu tak berlangsung lama. Sehari setelah pelantikan, tanpa ada sebab sakit itu tiba-tiba datang. Begitu sakitnya, di bagian wajah terasa seperti disetrum, disayat-sayat tak karuan. Bahkan karena tak mampu menahan rasa sakit, tubuhnya sampai kejang-kejang. Keluarga yang melihatnya tak bisa berbuat banyak kecuali hanya menangis dan membaca Al-Qur'an memohon kekuatan Allah.
"Kami, termasuk dokter, tidak tahu penyebab sakit yang saya derita ini, karena secara fisik saya sehat," papar Ismet. Karena dokter di tanah air tidak menemukan sumber penyakitnya, ia kemudian mencoba berobat ke sebuah rumah sakit di Malaysia. Dari hasil pemeriksaan, barulah diketahui jika ia mengidap penyakit TN atau penyakit yang diakibatkan oleh terjadinya perlengketan antara saraf nomor lima atau saraf perasa wajah dengan pembuluh darah yang letaknya dibatang otak. "Tapi persoalannya, dokter disana tidak bisa melakukan tindakan apa-apa kecuali hanya memberikan obat. Itu pun tidak bisa menghilangkan rasa nyeri," ujarnya. Meskipun begitu, ia tak berhenti berusaha mencari kesembuhan.
Setelah gagal di Malaysia, ia lalu mencoba ke salah satu dokter ahli saraf di rumah sakit Gleneagles, Singapura. Setiba di rumah sakit mewah tersebut, ia langsung menjalani beragam pemeriksaan. Lalu dokter yang menangani berencana akan membuka pipi sebelah kirinya. Sebelum melakukan tindakan operasi, dokter akan menguji dulu dengan cara menyuntikkan obat di pangkal rahang. "Tapi efeknya malah tidak karu-karuan. Sebagian wajah jadi kebas, bahkan makanan saja tidak bisa tertelan. Akhirnya, kami urungkan saja operasi tersebut," cerita Ismet yang akhirnya pulang dengan tangan hampa.
Yang tidak bisa dilupakan adalah kejadian pada Januari 2011. Saat itu, diacara pernikahan saudaranya tanpa diduga sakit di wajah itu tiba-tiba datang mendadak. Begitu sakitnya sampai tubuhnya kejang-kejang. Karena di Bukittinggi belum ada yang mampu mengobati, kemudian dengan duduk kursi roda ia dirujuk ke RS. Mount Elizabeth, Singapura. Tindakan pertama oleh dokter di rumah sakit ternama tersebut rahang bagian dalamnya diinjeksi. "Usai diinjeksi tidak malah hilang nyerinya tapi justru semakin hebat, hingga saya tak sadarkan diri. Bahkan menurut keluarga yang menunggu, saya sampai mengigau," papar Ismet yang begitu dokter di RS. Mount Elizabeth tidak berhasil mengobati kemudian ia mencoba ke RS. General Hospital Singapura tapi ditolak. Kedua rumah sakit besar tersebut tidak berhasil.
Dalam keadaan sakit, Ismet memutuskan langsung terbang ke Malaysia untuk mencari pengobatan alternatif, tapi lagi-lagi tidak membuahkan hasil. "Kami semua stress karena sudah kemana-mana namun sama sekali tak ada kesembuhan," ungkapnya. Selanjutnya, ia mencari jalan kesembuhan ke RS. Fatmawati Jakarta. Selama satu bulan lebih dilakukan tindakan medis dengan istilah di block yaitu rahang disuntik dengan jarum sepanjang 10 (sepuluh) cm, kemudian jarum tersebut dialiri sinar radio frekuensi. "Cara ini agak mengurangi sedikit sakit," imbuh Ismet.
Mengingat semua jalan sudah dilalui namun tidak berhasil, pada Juli 2011 ia berangkat umrah ke tanah suci. "Sebelum berangkat saya bilang sama istri, mungkin ini sudah takdir Allah yang harus saya terima. Jadi sesakit apapun, saya berusaha ikhlas menerimanya," ujar Ismet. Selama berada di tanah suci, ia tak henti-hentinya meminta petunjuk Allah untuk mendapatkan kesembuhan mengingat ia sudah tidak tahan dengan sakit yang dideritanya. Sepulang dari tanah suci, sakit itu tak juga reda. "Berat badan saya turun drastis, karena jangankan untuk makan, tenggorokan ini dilewati air saja minta ampun sakitnya,"imbuhnya.
Usahanya mendapatkan kesembuhan itupun akhirnya menemui titik terang usai menerima penghargaan dari KPK di Jakarta karena daerahnya dinilai memiliki integritas pelayanan publik terbaik nomor dua di Indonesia pada 8 Januari 2012. Kala itu ia mendapatkan informasi dari Elly, sang kakak di Bukittinggi, bahwa terdapat majalah intisari yang mengulas tentang sakit Trigeminal Neuralgia sekaligus rumah sakit di Surabaya dimana dokter ahli bisa menanganinya.
Berbekal informasi tersebut, Ismet langsung menghubungi dr. Sofyan untuk meminta penjelasan secara gamblang. Karena ia sudah tak sabar, keesokan harinya langsung menuju Surabaya. Pada 11 Januari 2012, ia pun menjalani operasi. "Alhamdulillah, usai tersadar dari operasi yang berlangsung sekitar dua jam lamanya, seketika itu juga sakit yang sudah mendera saya selama tiga tahun lebih itu langsung sirna," ucap Ismet penuh rasa syukur.
Setelah sembuh, ia berusaha menularkan informasi tentang trigeminal kepada siapa saja. "Karena informasi tentang sakit ini masih sangan jarang, bahkan nyaris tidak ada. Makanya saya berusaha berbagi pengalaman," katanya dengan penuh semangat.
Tak hanya itu, Ismet juga berpesan kepada siapa saja apabila merasakan sakit hebat di bagian mulut atau separuh wajah, penyebabnya belum tentu karena gigi atau gusi semata. Namun bisa jadi akibat penyakit trigeminal seperti yang dideritanya. Kini, Ismet bahagia telah terlepas dari sakit yang sekian lama mendera.